BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Menyusui merupakan bagian integral
siklus reproduksi berupa proses fisiologis yang dapat dilakukan oleh hampir
semua Ibu sesudah melahirkan. Pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi
merupakan perilaku yang perlu dipelajari. Tenaga kesehatan memegang peranan
penting dalam memberikan informasi yang diperlukan kepada ibu.
ASI merupakan pangan kompleks yang
mengandung zat-zat gizi lengkap dari bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk
tumbuh-kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi. Sebelumnya ASI eksklusif (hanya
memberikan ASI sebagai makanan bayi) dianjurkan hingga bayi berumur 4 bulan.
Setelah itu bayi diberi makan pendamping berupa sari buah dan bubur. Namun
sejak tahun 2001, berdasarkan hasil-hasil penelitian, WHO menganjurkan
pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan. Setelah itu diperkenalkan
makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dan
aman dimakan. ASI dianjurkan tetap diberikan hingga bayi berumur 2 tahun.
WHO (2001) menyimpulkan bahwa
pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan menguntungkan bayi dan ibu.
ASI merupakan makanan yang mudah diperoleh, siap diminum, steril dan mengandung
semua zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi hingga berumur 6 bulan. Di samping itu
ASI mengandung faktor-faktor anti-infeksi yang melindungi bayi dari penyakit
infeksi. Pemberian ASI juga menguntungkan ibu. Energy yang diperlukan untuk
memproduksi ASI, mengakibatkan ibu cepat kembali ke berat badan sebelum hamil.
Pemberian ASI ternyata juga melindungi ibu dari kanker payudara dan kanker
rahim. ASI lebih murah dan tidak membutuhkan alat untuk memberikannya kepada
bayi.
Menurut data dari Departemen
Kesehatan (2005), sebanyak 95,9% bayi di Indonesia pernah mendapat ASI pada
tahun 2002, 39,5% diantaranya mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan, sedangkan
55,1% bayi mendapatkannya selama 4 bulan. Angka bayi yang pernah mendapat ASI
ini sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1997 yang angkanya
adalah sebesar 96,3%, sedangkan angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai 6
bulan lebih tinggi dengan angka 42,2% pada tahun 1997.
Agar proses menyusui dapat berhasil
dengan baik, kelenjar payudara hendaknya dalam keadaan baik. Mekanisme
fisiologis agar ASI tersedia dalam jumlah cukup dan mengalir dengan baik pun
harus berjalan dengan baik.
1.2
TUJUAN
PENULISAN
Untuk mengetahui bagaimana
gizi pada ibu menyusui, yang di dalamnya mempelajari tentang anatomi payudara,
fisiologi menyusui, sifat ASI, zat-zat gizi yang menghasilkan energi, faktor-faktor
daya tahan tubuh, pengaruh kurang gizi ibu terhadap ASI, Angka Kecukupan Gizi
ibu menyusui, laktasi, serta keuntungan memberi ASI.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 ANATOMI PAYUDARA
a. Struktur Dasar
Kelenjar payudara ibu terdiri atas sel-sel
yang memproduksi susu (epithelium glandular) dan sistem saluran (duktus) yang
terbungkus dalam jaringan ikat dan lemak. Ukuran payudara berbeda-beda; pada
umumnya payudara membentang dari tulang rusuk kedua hingga keenam dan dari
tengah tulang dada hingga ketiak. Jaringan payudara berada langusng di atas
otot dada dan dipisahkan dari otot ini oleh selapis lemak yang merupakan
perpanjangan dari jaringan lemak kelenjar payudara.
b. Areola
Pusat payudara pada perempuan
dewasa ditandai oleh areola (kalang payudara), berupa area kulit berpigmen
dengan diameter 1,5 hingga 2,5 cm. Permukaan areola kasar, disebabkan karena
langsung di bawah kulit pada lapisan jaringan subkutan yang tipis terdapat
kelenjar-kelenjar besar yang memproduksi cairan. Sekresi kelenjar berupa cairan
yang berlemak ini membasahi puting susu. Sejumlah jaringan otot dalam areola
mengencangkan puting susu sehingga memudahkan bayi untuk mengisap ASI.
c. Puting
susu dan sistem saluran ASI
Puting susu berada diatas permukaan
payudara dan mengandung 15 hingga 20 saluran ASI yang dikelilingi oleh jaringan
sel-sel otot dan ditutupi oleh kulit keriput yang tersusun secara melingkar.
Sebagian di dalam kompartemen puting susu dan sebagian lagi dibawahnya, duktus
ASI ini membesar sehingga membentuk sinus-sinus laktiferus sebagai tempat
penyimpanan susu. Sinus-sinus ini merupakan kepanjangan dari duktus ASI yang
membentang dari puting susu ke arah dinding dada. Sistem duktus ASI ini
berakhir dalam sel-sel penghasil susu, yang membentuk ranting-ranting atau lobula
payudara.
2.2 FISIOLOGI MENYUSUI
a. Aktivitas
Umum
1. Sekresi
awal sesudah melahirkan
Proses menyusui secara penuh tidak
segera terjadi setelah ibu melahirkan. Selama dua atau tiga hari pertama
sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah sedikit. Pada hari-hari
berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang pada umumnya mencapai
puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada ibu yang untuk
pertama kali melahirkan, hal ini baru terjadi pada minggu ketiga atau lebih.
Oleh sebab itu, dua minggu atau tiga minggu pertama merupakan periode
perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lebih
lama.
2. Tahap-tahap
produksi ASI
Perkenalan dan pemeliharaan
menyusui merupakan proses yang melibatkan saraf dan hormon. Menyusui melibatkan
saraf sensori di dalam putting susu, sumsum tulang belakang, hipotalamus, dan
kelenjar pituitary dengan berbagai jenis hormonnya. Produksi ASI terjadi dalam
2 tahap yaitu sekresi ASI dan pengaliran ASI melewati sistem duktus.
Sekresi ASI melibatkan sintetis
komponen-komponen ASI dan pengaliran produk yang terbentuk ke dalam duktus
secara sekaligus. Mendekati waktu melahirkan, produk sekresi yang menumpuk
mulai masuk ke dalam sistem duktus. Proses sekresi akan kembali terangsang oleh
pengisapan puting susu oleh bayi.
b. Peranan
Hormon
1. Sekresi
ASI
Rangsangan
sekresi ASI terutama diperoleh dari hormon prolaktin yang bertindak pada
sel-sel alveola dan menyebabkan produksi dan pengeluaran ASI secara
berkesinambungan.
2.Let-down reflex
a. Stimulus
utama
Setelah produksi dan
sekresi ASI terjadi, bayi dapat memperoleh ASI melalui penyemburannya ke
saluran-saluran duktus. Penyemburan ASI, atau dinamakan juga let-down reflex,
merupakan mekanisme yang melibatkan saraf-saraf dan hormone-hormon, yang
sebagian diatur oleh faktor sistem saraf sentral.
Rangsangan utama adalah
pengisapan putting susu oleh bayi, yang merangsang keluarnya hormone oksitoksin
dari kelenjar pituitary posterior. Oksitoksin dibawa oleh darah ke dalam
sel-sel mirip otot di sekeliling alveola dan sepanjang sistem duktus sehingga
ASI mudah diperoleh oleh bayi.
3. Pengaruh
psikologis
Keluarnya ASI dapat
terganggu bila ibu mengalami stress atau dalam keadaan marah, bahkan bila
mendengarkan bayi menangis. Tanda-tanda let-down ASI yang berhasil dapat
dilihat dari:
1. ASI
menetes sebelum bayi mulai menyusu
2. ASI
menetes dari payudara yang tidak disusui bayi
3. Kontraksi
rahim selama menyusui, yang dapat menyebabkan rasa sakit atau rasa tidak enak
4. Sensasi
yang merangsang di payudara
4. Rangsangan
mengisap
Rangsangan mengisap
merupakan cara paling efektif untuk mempertahankan ASI dalam keadaan cukup.
Ransangan mengisap artificial berupa penekanan buah dada dengan tangan atau
pompa ternyata dapat menambah produksi ASI.
5. Lama
pemberian ASI
Pada umumnya sesudah 12
bulan produksi ASI akan mengalami penurunan yang terjadi karena penurunan
kebutuhan bayi yang kehilangan stimulasi putting susu yang berulang.
2.3 SIFAT ASI
a.
Kandungan dasar
Hasil penelitian terakhir
menunjukkan bahwa ASI mengandung lebih dari 100 komponen-komponen penting. Pada
dasarnya ASI merupakan larutan protein, gula, dan garam-garam dengan suspense
ikatan-ikatan lemak. Komposisi gizi ASI berbeda antara ibu menyusui, antara
satu periode laktasi ke periode lain, bahkan pada waktu berbeda di satu hari.
b. Volume
ASI
Menurut
Sudrajat Suryaamaja, volume ASI pada tahun pertama kelahiran adalah sebanyak
400-700 ml sehari, sedangkan pada tahun kedua sebanyak 200-400 ml sehari. Sesudah
itu volume ASI sehari anak pertama lebih sedikit daripada anak kedua,
masing-masing sebanyak 580 ml dan 654 ml sehari. Ibu yang melahirkan bayi
kembar menunjukkan kemampuan memproduksi ASI yang lebih tinggi. Kekurangan
asupan makanan-berat dapat menurunkan produksi ASI.
c. Komposisi
ASI
Komposisi
ASI berhubungan dengan jumlah sekresi, tahap laktasi, serta perbedaan
perorangan seperti umur, jumlah anak, tingkat kesehatan dan tingkat sosial.
Lama anak dalam kandungan juga berpengaruh terhadap komposisi ini.

2.4 ZAT-ZAT GIZI YANG MENGHASILKAN ENERGI
Energy dalam ASI sebanyak 6%
dihasilkan oleh protein, 48% oleh lemak, dan 46% oleh karbohidrat. Komposisi
ini berbeda sekali dengan yang terdapat dalam susu sapi, yang angkanya
berturut-turut adalah 20%, 50%, dan 30%. Sebagai perbandingan, komposisi
susunan makanan orang dewasa yang dianjurkan adalah 10-20% protein, 30% lemak,
dan 50-65% karbohidrat. Ini mencerminkan bahwa bayi, anak yang minum susu sapi
dan manusia pada tahap kehidupan berbeda mempunyai kebutuhan berbeda mempunyai
kebutuhan gizi yang berbeda pula.
a. Protein
o Jumlah
dan jenis protein
Protein utama dalam ASI
adalah kasein dan whey. Kasein merupakan protein mengandung fosfor yang hanya
terdapat dalam susu. Protein whey, seperti laktalbumin dan laktoferin
disintesis dalam kelenjar-kelenjar payudara. Kandungan protein ASI kurang lebih
1,5 g/100ml.
o Hubungan
dengan makanan ibu
Pengamatan pada ibu-ibu
di berbagai Negara menunjukkan bahwa kandungan protein ASI pada ibu-ibu yang
mengonsumsi protein dalam jumlah lebih rendah, baik dalam hal jumlah maupun
mutu, tidak lebih rendah daripada ibu-ibu yang mengonsumsi protein dalam jumlah
cukup. Namun mutu proteinnya, yaitu dalam asam amino lisin dan metionin,
tampaknya lebih rendah. Kekurangan protein ibu yang bersifat kronis pada
akhirnya berpengaruh terhadap status protein bayi.
b. Lipida
o Jumlah
dan jenis lipida
Pengamatan di berbagai
Negara menunjukkan bahwa jumlah lipida total ASI bervariasi antara kurang lebih
2% - 5%. Hampir 90% lipida pada ASI terdapat dalam bentuk trigliserida.
Selebihnya adalah fosfolipida, kolesterol, digliserida, monogliserida,
glikolipida, estertenol, dan asam lemak bebas. Kadar asam lemak esensial asam
linoleat dan asam linolenat ASI jauh lebih tinggi daripada susu sapi, demikian
pula dengan kandungan asam lemak rantai pendeknya (C4 hingga C8). ASI juga
mengandung asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) dalam
jumlah lebih tinggi daripada susu sapi. Penelitian menunjukkan bahwa kedua
jenis asam omega-3 ini mungkin bersifat esensial bagi perkembangan normal otak
dan retina bayi sebelum dan sesudah lahir.
o Pengaruh
makanan ibu terhadap komposisi lemak ASI
Ibu menyusui yang
diberi makanan yang kaya akan asam lemak tidak-jenuh-jamak seperti minyak
jagung, minyak kedelai, dan minyak biji kapas ternyata memproduksi ASI yang
lebih tinggi asam lemaknya.
Bila asupan energy ibu
sangat terbatas, bayu memperoleh asupan energy dari simpanan lemak ibu,
sehingga komposisi asam lemak ASI menyerupai asam lemak simpanan ibu yang
merupakan asam lemak jenuh.
2.5
FAKTOR-FAKTOR
DAYA TAHAN
ASI
mengandung faktor-faktor daya tahan yang
penting untuk memelihara kesehatan bayi.
a.
Faktor
Bifidus
Faktor
bifidus merupakan ikatan polisakarida mengandung nitrogen, yang menguntungkan
pertumbuhan lactobacillus bifidus dalam saluran serna bagian bawah. L. bifidus
melindungi bayi dari organism pathogen di saluran cerna.
b.
Immunoglobulin
Immunoglobulin adalah protein yang disintesis
oleh limfosit dan sel-sel plasma, yang mempunyai sifat antobodi tertentu. Di
dalam ASI terdapat berbagai jenis immunoglobulin, seperti IgA, Ig, G, IgD, dan
IgE. IgA merupakan immunoglobulin utama ASI, yang terdapat dalam jumlah besar
dalam kolostrum. Immunoglobulin dala ASI merupakan faktor daya tahan utama
terhadap mikroorganisme saluran cerna, terutama E.coli dan virus-virus saluran
cerna. Umumnya dapat dikatakan bahwa ASI melindungi tubuh terhadap septicemia
(keracunan darah oleh bakteri-bakteri pathogen dan zat-zat yang dihasilkan oleh
bakteri-bakteri tersebut).
c.
Faktor
Daya Tahan Lain
Lisozim(lysozyme)
adalah suatu enzim antimikroba yang terdapat dalam ASI dalam jumlah 300 kali
lipat dari pada yang terdapat dalam susu sapi. Laktoferrin menghalangi
pertumbuhan staphylococci dan E.coli dengan cara mengikat besi yang dibutuhkan
bakteri tersebut untuk berkembang. Laktoperoksidase dengan zat-zat lain melawan
pertumbuhan streptococci; prostaglandin tertentu melindungi inegritas epitel
saluran cerna dari bahan-bahan merusak.
d.
Aktivitas
Limfosit Makrofag
Limfosit dalam kolostrum dan ASI memproduksi
bahan-bahan anti virus. Kolostrum mengandung lebih banyak limfosit dari pada
ASI. Jumlah ini menurun secara bebrarti selama delapan minggu berikutnya.
Kolostrum dan ASI juga mengandung makrofag berupa fagosit-fagosit besar yang
dapat memproduksi lakferrin, baik dalam laktea payudara dada maupun pada dalam
bayi.
2.6 PENGARUH KURANG GIZI
IBU TERHADAP ASI
Kurang
gizi pada ibu berpengaruh terhadap kandungan zat gizi dan bahan-bahan
imunologis ASI. Penelitian menunjukan bahwa ASI ibu yang menderita kurang gizi hanya
mengandung sepertiga IgG, dan yang lebih rendah dalam kolostrum. Perbedaan ini
dapat diatasi bila status gizi ibu menyusui diperbaiki dalam minggu-minggu
pertama setelah melahirkan.
a.
Kontaminan
Beberapa
jenis kontaminan yang diperoleh dari ibu seperti obat-obatan, polusi
lingkungan, kafein, dan alkohol dapat ditemukan dalam ASI.
1.
Obat-Obatan
Bagian-bagian
aktif obat-obatan yang dikonsumsi ibu, baik melalui mulut maupun melalui
injeksi, dapat berpindah ke dalam ASI. Ada obat-obatan yang dapat menimbulkan
reaksi kurang baik pada bayi, contohnya obat penenang seperti valium, dan
amfetamin. Reaksi-reaksi yang dapat timbul adalah mengantuk dan kesadaran
menurun. Obat-obat antibiotic seperti penisilin dapat menimbulkan gejala alergi
pada bayi, sedangkan antibiotic lain dapat menimbulkan mengantuk,
muntah-muntah, nafsu makan kurang. Obat-obat laksatif tertentu dapat
menimbulkan gangguan buang air besar pada bayi.
Bila ibu membuthkan obat-obat
tertentu, akibatnya terhadap bayi dapat dikurangi dengan memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
1. Usahakan
waktu makan obat diatur sedemikian rupa segera setelah ibu selesai emnyusui.
Dengan demikian obat tersebut sedikit mungkin masuk ke dalam ASI
2. Perhatikan
apakah bayi menunjukan gejala yang tak biasa, seperti cengeng, susah makan,
susah tidur, atau mungkin menunjukan gejala alergi
3. Pilih
obat yang sedikit mungkin dapat muncul di dalam ASI (konsultan pemilihan obat
dengan dokter atau apoteker)
2.
Kontaminan
Lingkungan
Kontaminan
lingkungan yang berpengaruh terhadap ASI adalah sisa pstisida dan limbah
industry. Ikatan-ikatan ini dapat mengkotaminasi makan dan air. Pada umumnya
kontaminan kima yang terdapat di ASI larut dalam lemak, tahan metabolisme
biologis, dan susah dikeluarkan dari tubuh.
3.
Logam
Berat
Timah
hitam (plumbum) dan merkuri dapat berpindah ke janin melalui plasenta dank e
bayi melalui ASI. Penelitian pada tikus menunjukan bahwa menyusui meningkatkan
absorpsi logam ini dalam usus halus, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan
eksresi timah hitam melalui ASI. Seperti apa taptnya mekanisme yang terjadi
belum di ketahui dengan jelas. Namun, laktosa mungkin berpengaruh dalam hal ini
karena laktosa diketahui memfasilitasi absorpsi kalsium, unsure mikro lain, dan
timah hitam.
4.
Nikotin
Nikotin
ASI dapat menyebabkan keracunan nikotin pada bayi yang menyusu. Bayi berumur
tiga hingga empat hari yang mempunyai ibu peroko sebanyak enam hingga 16 batang
sehari dilaporkan tidak mau menyusu, apatis, muntah-muntaj, serta susah buang
air dan air besar. Asap yang dikeluarkan rokok bisa masuk ke tubuh bayi melalui
pernapasan. Oleh sebab itu, ibu menyusu sebaiknya tidak merokok.
5.
Kafein
Kafein
yang berasal dari kopi masuk ke ASI malalui cairan darh ibu. Walaupun kopi yang
diminum sebanyak satu cangkir, namun kafein dalam bayi bisa menumpuk. Akibatnya
bayi susah tidur dan hiperaktif
6.
Alkohol
Alkohol
yang diminum ibu juga masuk melalui aliran darah ibu ke ASI. Etanol dapat masuk
kedalam ASI dalam konsentrasi yang sama seperti yang terdapat pada darah ibu.
Bayi menyusu yang ibunya minum alkohol secara teratur menunjukan gangguan
psikomotor.
7.
Virus
HIV/AIDS
Virus
HIV/AIDS dapat berpindah ke bayi melalui ASI. Sebaiknya bayi tidak diberi ASI
bila diketahui bahwa ibunya penderita HIV/AIDS. Namun WHO (dalam Worthington
Roberts dan Williams, 200) mendukung pendapat bahwa di banyak Negara sedangkan
di Negara berkembang, abyi tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi
untuk meninggal karena penyakit diare dari pada menderita HIV/AIDS dari ASI ibu
yang mengidap virus.
2.7
ANGKA
KECUKUPAN GIZI IBU MENYUSUI
Kandungan
zat-zat gizi makan ibu mneyusui hendaknya lebih tinggi dari pada makanan ibu
tidak hamil.
a.
Energi
Pemberian ASI
yang berhasil disertai dengan menurunnya berat badan ibu secara berangusr
selama enam bulan sesudah melahirkan. Selama hamil sebagian besar ibu dapat
menyimpan sebanyak 2-3 kg leamak pada tubuh. Waktu menyusui, sebagian lemak ini
dapat digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan tambahn energi yang
diperlukan untuk memproduksi ASI. Diperkirakan simpanan lemak ini dapat menyediakan
sebanyak 200-300 kkal/hari selama tiga bulan pertama menyusui. Jumlah ini hanya
merupakan sebagian dari energi yang dibutuhkan untuk memproduksi ASI. Sisa
kebutuhan energi ini harus didatangkan dari makanan sehari-hari. Tambahan
energi sehari yang dibutuhkan ibu menyusui berupa Angka Kecukupan Energi sehari
(2004) untuk enam bulan pertama adalah 500 kkal, sedangkan untuk enam bulan
kedua adalah 550 kkal.
Seorang
ibu menyusui tidak dianjurkan untuk mengurangi makananya guna memenuhi
keinginan untuk secepatnya menurunkan berat badan sehingga mencapai berat badan
sebelum hamil. Hal seperti ini dapat menghambat produksi ASI. Oleh sebab itu,
seorang ibu menyusui harus dapat menerima penurunan bearat badan secara
berangsur selama enam bulan sesudah melahirkan.
b.
Protein
Abgka Kecukupan Protein (2004) berupa tambahan
protein untuk enam bulan pertama dan enam bulan kedua menyusui adalah sebanyak
17 gram/hari. Tambahan ini diperlukan untuk produksi ASI.
c.
Vitamin
dan mineral
Pada umumnya kekurang asupan zat gizi berpengaruh
terhadap volume ASI ang diproduksi, tetapi tidak berpengaruh terhadap mutunya.
Seorang ibu dapat memproduksi ASI dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak,
dan sebagian besar mineral yang cukup, walaupun asupan makanannya kurang dalam
zat-zat gizi tersebut.
Mutu
ASI dalam hal ini dapat dipertahankan dengan mengambil zat0zat gizi tersebut
dari persediaan ibu. Contohnya kalsium; asupan kalsium ini diambil dari
persediaan kalsium ibu dalam tulang dengan demikian, densitas tulang ibu dapat
berkurang. Agar tidak merugikan ibu, sebaiknya zat-zat gizi termasuk vitamin
dan mineral yang dibuthkan untuk produksi ASI diperoleh dari makanan ibu.
d.
Jumlah
Bahan Makanan Sehari dan Contoh Menu
Jumlah rata-rata bahan makanan sehari ibu menyusui,
ibu memnyusui 6 bulan pertama, dan ibu menyusui 6 bulan kedua berdasrkan Angka
Kecukupan Gizi (AKG)
e.
Suplemen
Gizi
Bila diatur dengan cermat, seorang ibu menyusui
dapat memperoleh makanan tambahan zat-zat gizi yang dibuthkan melalui pemberian
makanan yang seimbang. Dalam keadaan normal, ibu menyusui tidak membuthlan
suplemen gizi kecuali bila ia memamng kekurangan. Suplemen besi mungkin
dibutuhkan, karena ibu banyak kehilangan
darah sewaktu melahirkan. Di samping itu, kebutuhan besi janin dalam kadungan
diambil dari simpanan besi ibu. Ibu hamil yang mnederita kekurangan besi di
Indonesia cukup tinggi (40,1% di tahun 2001), sehingga suplemen bsi rata-rata
dibuthkan ibu hamil. Suplemen kalsium juga dibutuhkan bila tidak suka tau tidak
mampu membeli susu.
2.8
KEUNTUNGAN
MEMBERI ASI
Ibu
melahirkan mempunyai dua pilihan untuk meberi makanan bayinya, melalui
pemberian ASI atau formula. Petugas kesehatan hendaknya member penjelasan
tentang keuntungan dan kerugian pemberian kedua jenis makanan tersebut.
Proses
menyusui merupakan hal yang biasa bagi mamalia. Namun komposisi air susu tiap
jenis mamalia berbeda sesuai dengan kebutuhan. ASI diperuntukkan bagi bayi
manusia, sedangkan susu sapi bagi anak sapi. Pemberian ASI menguntungkan bagi
bayi maupun ibu.
a.
Keuntungan
Bagi Bayi
Pemberian ASI berpengaruh baik terhadap status gizi
bayi dan perkembangan otak, mncegah kegemukan, mencegah infeksi dan mengurangi
risiko terhadap alergi, serta menurunkan morbiditas (Worthington Roberts dan
Rodwell Williams, 200 dan Shills et al, 2006)
b.
Status
Gizi Optimal
ASI mengandung zat-zat gizi yang seimbang untuk
kebutuhan bayi, dalam bentuk yang mudah dicerna, dan dengan ketersediaan
biologis tinggi. Disamping itu kolostrum dan ASI mengandung faktor-faktor
menguntungkan bayi lainnya yang tidak terdapat dalam susu sapi. Bila ibu berada
dalam keadaan gizi baik, pemberian ASI ekslusif dapat memenuhi kebutuhan gizi
bayi hingga kurang lebih 6 bulan kecuali kebutuhan besi bagi bayi dengan Berat
Badan Lahir Rendah (BBLR) yang tidak mempunyai cukup simpanan besi dalam
tubuhnya.
Hasil
pengamatan menunjukan penambahan bearat bdan pada bayi yang mendapat ASI
ekslusif lebih lambat dari pada bayi yang mendapat susu formula. Bayi yang
mendapat ASI mengatur asupan energinya pada tingkat yang lebih rendah dari pada
bayi yang dengan susu formula. Pola pertumbuhan bayi dengan ASI dengan demikian
mencerminkan reaksi fisiologis yang baik terhadap asupan yang cukup.
c.
Perkembangan
Otak
Penelitian-penelitian menunjukan bahwa pemberian ASI
eksklusif selama 6 bulan berpengaruh posotif terhadap kemampuan kognitif bayi
yang berlanjut untuk jangka panjang, dari usia muda hingga dewasa. Hubungan
positif antara ASI dan kemampuan kognitif ini diduga sebagian disebabkan oleh
kehadiran asam lemak DHA (dokosa heksanoat) dan AA (asam arakidonat) dalam
konsentrasi tinggi pada ASI dan tidak terdapat dalam susu sapi. Kedua jenis
asam lemak ini sekarang umumnya ditambahkan pada formula susu sapu. DHA dan AA
berperan dalam sistem saraf sentral, termasuk pertumbuhan cepat sel-sel otak,
yang berlangsung di trimester ketiga janin dan belanjut selama bulan-bulan
pertama sejak bayi dilahirkan.Walaupun DHA dan AA dapat disintesis oleh manusia
dari asam-asam lemak prekosrsor yang terdapat di ASI, namun pada bayi lahir
premature kemampuan ini terbatas. Di samping itu ASI mengandung faktor-faktor
bioaktif lain, termasuk oligaskarida, faktor-faktof pertumbuhan, dan
hormone-hormon yang berpengaruh positif terhadap perkembangan kognitif.
d.
Kegemukan
Pemberian ASI berpeluang untuk risiko kegemukan,
memlalui pengaturan sendiri asupan energi dengan mengaktifkan sistem yang
mempertahankan kseimbangan energi. Bayi yang diberi susu formula sejak lahir
atau memperoleh ASI selama kurang dari
tiga bulan, mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk mnegalami
kegemukan pada usia 6 tahun dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI selama
kebih dari 3 bulan. Perbedaan prevalensi kegemukan natara kedua kelompok ini
menignkat secara berarti setelah anak berusia 4 tahun. Sebaliknya, ada
penelitian yang menunjukan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) pada usia dewasa
tidak berbeda secara bermakna antara kedua kelompok ini. Secara keseluruhan
hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa ASI berpengaruh negative terhadap
prevalensi kegemukan pada usia dewasa, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar.
e.
Kemampuan
Mencegah Infeksi
ASI mengandung faktor-faktor antibody yang
menghaknagi pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme dalam saluran cerna.
Inilah yang mencegah diare yang banyak terdapat pada bayi diberi susu formula.
Pemberian ASI aksklusif ternyata juga mencegah infeksi saluran pernapsan.
f.
Mengurangi
Risiko Terhadap Alergi
Pemberian ASI melindungi bayi terhadap alergi.
Antbodi Imunoglobulin IgA yang terdapat di dalam ASI diduga menurunkan jumlah
2.9 LAKTASI
Keputusan
untuk menyusui sendiri bayinya dipengaruhi oleh faktor psikobiologis dan
psikososial yang beragam antarbudaya dan di dalam budaya itu sendiri. Proporsi
bayi yang pernah disusui sendiri sangat beragam, begitu juga durasi pemberian
ASI eksklusif. Di seluruh eropa terdapat kurang dari 70% bayi di Prancis serta
Irlandia dan sekitar 100% di Denmark, Norwegia, serta Swedia yang mulai disusui
sendiri oleh ibunya. Di Australia pada tahun 2005, sekitar 88% ibu mulai
menyusui sendiri bayinya, tetapi hanya 17% yang memberikan ASI eksklusif hingga
bayi berusia 6 bulan. Di Inggris terdapat sekitar 78% ibu yang mulai menyusui
sendiri bayinya, tetapi kurang dari 3%nya yang masih memberikan ASI secara
eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.
Persentase ini dapat dibandingkan
dengan persentase di Rwanda dan Korea Utara, dengan 88% dan 65% bayi masi
mendapat ASI eksklusif pada usia 6 bulan. Di sebagian besar negara, inisiasi
dan durasi pemberian ASI memiliki hubungan yang positif dengan status
pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan ibu.
Fisiologi laktasi merupakan
persoalan yang rumit, tetapi dapat diringkas sebagai berikut: bayi yang
mengisap putting susu ibunya akan menstimulasi kelenjar hipofisis ibu untuk
melepaskan prolaktin, yaitu hormon yang diperlukan untuk sintesis ASI. Sel
kelenjar payudara yang memproduksi susu akan menyintesis sebagian besar protein
dan sejumlah lemak serta gula yang bergabung dengan nutrient lain dari
sirkulasi darah ibu. hormone hipofisis yang kedua, yaitu oksitosin, menyebabkan
pelepasan (ejeksi) ASI dari sel kelenjar payudara ke dalam saluran ASI (duktus
laktiferus) yang membawa ASI ke putting susu ibu.
a.
Komposisi
ASI dan implikasinya pada status gizi ibu
Pemberian
ASI sudah cukup sebagai satu-satunya sumber gizi bayi hingga usia 6 bulan
asalkan makanan seta simpanan gizi ibu cukup memadai dan ASI yang dihasilkan
berhasil ditransfer ke dalam tubuh bayi. Komposisi dan volume ASI akan
mengalami kenaikan sesuai dengan tahapan laktasi dan dapat dipengaruhi oleh
status gizi ibu. Bukti baru menunjukan bahwa kebutuhan bayi merupakan penentu
utama kuantitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan gizi ibu saat laktasi
berbanding langsung dengan volume dan durasi produksi susu.
Volume susu tiap harinya tampak
beragam selama masa laktasi meskipun cukup konsisten, kecuali jika ibu
menderita malnutrisi yang ekstrim atau dehidrasi yang berat. Asupan ASI pada
bayi yang sehat rata-rata 750-800 g/hari dan berkisar dari 450 hingga 1200
g/hari. Komposisi susu dipengaruhi oleh waktu, usia gestasional (bayi premature
versus aterm), tahap laktasi, paritas ibu, bulan (yaitu asupan makanan
musiman), status gizi ibu, dan asupan makanan ibu. lipid merupakan konstituen
ASI yang paling beragam. Pada minggu pertama setelah lahir dihasilkan kolostrum
yang mengandung lemak 2.6 g/100 mL. produksi kolostrum ini kemudian diikuti
dengan produksi susu peralihan pada hari ke-7 hingga ke-14 setelah melahirkan,
dan akhirnya produksi sisi dewasa yang mengandung lemak sebanyak 4,2 g/100 mL
ASI.
b.
Kebutuhan
nutrien ibu untuk mendukung laktasi
Selama
kehamilan, tubuh ibu sudah mempersiapkan dirinya untuk melaksanakan proses
laktasi dengan menyimpan sejumlah nutrien dan energi. Menentukan kebutuhan
nutrien yang tepat untuk laktasi merupakan hal yang sukar dilakukan karena
keragaman status gizi ibu sebelum serta selama kehamilan, dan keterbatasan
pengetahuan tentang pengunaan simpanan nutrien ibu serta adaptasi metabolism
maternal selama laktasi.
Pengeluaran total energi laktasi
berasal dari kandungan energi ASI plus energy yang diperlukan untuk
menghasilkan ASI. Nilai energi ASI berada diantara 2,7 MJ/L dan 3,1 MJ/L. Rasio
diantara kandungan energI ASI dan pengeluaran energi total laktasi merupakan
sfisiensi produksi susu. Perkiraan baru untuk ASI eksklusif menunjukan bahwa
pengeluaran energi laktasi adalah sekitar 2,625 MJ/hari (625 kkal) berdasarkan
produksi ASI rata-rata 750 g/hari dengan kepadatan energi ASI sebesar 2.8 kj/g
dan efisiensi energi 0,80. Pada wanita yang gizinya baik, sebagian dari
pengeluarran ini dipengaruhi oleh metabolisme energi dari jaringan lemak yang
besarnya sekitar 0,65 MJ/hari (untuk pengukuran berat badan sebesar 0.5kg
lemak/bulan) sehingga terdapat kenaikan neto sekitar 2,0 MJ/hari (480 kkal) di
banding kebutuhan energi wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui. Kondisi
ini mengasumsikan situasi ideal saat ibu yang baru akan secara bertahap
menghabiskan ekstra 2-5 kg lemak yang disimpan selama kehamilan untuk pemberian
ASI selama 6 bulan. Nilai yang beragam akan ditemukan ketika makanan pelengkap
mulai diperkenalkan atau bayi hanya disusui sebagai bagian dari makanannya.
Wanita yang menyusui bayinya secara eksklusif selama 6 bulan dapat membutuhkan
ekstra kalori sebanyak 2.4 MJ/hari.
c.
Nutrien
Lainnya
Sejumlah nutrien dalam ASI akan
meningkat jika dalam makanan ibu terdapat lebih banyak nutrien yaitu : vitamin
yang larut dalam air, vitamin A, dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA).
Sebagian besar konstiruen lain di dalam susu protein, laktosa, lemak total, dan
kalsium tampaknya tidak dipengaruhi oleh asupan ibu.
Sekarang ini pemberian nasihat
kepada ibu dengan riwayat alergi dalam keluarga untuk menghindari kacang tanah
atau selai kacang selama kehamilan dan laktasi tidak lagi di anggap penting.
Setelah minum secangkir kopi atau segelas anggur, konsentrasi kafein atau
alkohol dalam ASI hampir sama dengan konsentrasi yang berada dalam plasma ibu:
bayi memperoleh dosis yang lebih rendah per kg berat badannya, tetapi mempunyai
lebih sedikit kapasitas metabolisasi.
Asupan cairan yang cukup (khususnya
air) harus dianjurkan untuk ibu yang menyusui. Jumlah tepat cairan yang
diperlukan tidak diketahui, tetapi 6-8 gelas cairan pada umumnya sudah
mencukupi. Referensi kecukupan nutrien untuk Australia dan Selandia Baru (2005)
merekomendasikan asupan cairan sebanyak 2,6 liter perhari selama laktasi (2.3 L
selama kehamilan).
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
1. Anatomi payudara:struktur dasar,areola,puting susu dan sistem
saluran ASI.
2. Fisiologi menyusui yaitu:
a. Aktivitas Umum:sekresi awal sesudah
melahirkan,tahap-tahap
produksi ASI
b. Peranan
Hormon:
Sekresi ASI merupakan rangsangan yang terutama diperoleh
dari hormon prolaktin yang bertindak pada sel-sel alveola dan menyebabkan
produksi dan pengeluaran ASI secara berkesinambungan.
a. Let-down
reflex:Stimulus utama,Pengaruh psikologis,Rangsangan mengisap,Lama pemberian ASI
3. Sifat
ASI:
a.
Kandungan dasar
a. Volume
ASI
b. Komposisi
ASI
4. Zat-zat
gizi yang menghasilkan energy, diantaranya:
c. Protein
o Jumlah
dan jenis protein
o Hubungan
dengan makanan ibu
d. Lipida
o Jumlah
dan jenis lipida
o Pengaruh
makanan ibu terhadap komposisi lemak ASI
5. Faktor-faktor
daya tahan, meliputi:Faktor
Bifidus,Immunoglobulin,Faktor Daya Tahan Lain,Aktivitas Limfosit
Makrofag
6. Pengaruh
kurang gizi ibu terhadap ASI, yaitu:Kontaminan yang terdiri dari Obat-Obatan, Kontaminan Lingkungan, Logam Berat, Nikotin, Kafein, Alkohol, Virus HIV/AIDS
7. Angka
kecukupan gizi ibu menyusui terdiri dari:Energi, Protein, Vitamin dan mineral, Jumlah Bahan Makanan
Sehari dan Contoh Menu, Suplemen
Gizi
8. Keuntungan
memberi ASI:
a. Keuntungan
Bagi Bayi
b. Status
Gizi Optimal
c. Perkembangan
Otak
d. Kegemukan
e. Kemampuan
Mencegah Infeksi
f. Mengurangi
Risiko Terhadap Alergi
9. Fisiologi
laktasi merupakan persoalan yang rumit, tetapi dapat diringkas sebagai berikut:
bayi yang mengisap putting susu ibunya akan menstimulasi kelenjar hipofisis ibu
untuk melepaskan prolaktin, yaitu hormon yang diperlukan untuk sintesis ASI.
Sel kelenjar payudara yang memproduksi susu akan menyintesis sebagian besar
protein dan sejumlah lemak serta gula yang bergabung dengan nutrient lain dari
sirkulasi darah ibu. hormone hipofisis yang kedua, yaitu oksitosin, menyebabkan
pelepasan (ejeksi) ASI dari sel kelenjar payudara ke dalam saluran ASI (duktus
laktiferus) yang membawa ASI ke putting susu ibu.
DAFTAR ISI
Departemen Kesehatan
RI. 2005. Manajemen Laktasi.
Institute of Medicine,
1991, dalam Worthington Roberts B.S dan S.R. Williams. 2000. Nutrition
throughout the life cycle, ed. 4. Mc GrawHill International Ed., Singapore.
Sentra Laktasi
Indonesia. Cara Kerja Menyusui. Jakarta.
Soetjiningsih, 1997
ASI, Petunjuk untuk tenaga kesehatan. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.
Stewart A. truswell. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar