Kamis, 24 November 2016

Pemberian ASI eksklusif



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              LATAR BELAKANG
Menyusui merupakan bagian integral siklus reproduksi berupa proses fisiologis yang dapat dilakukan oleh hampir semua Ibu sesudah melahirkan. Pemberian air susu ibu (ASI) kepada bayi merupakan perilaku yang perlu dipelajari. Tenaga kesehatan memegang peranan penting dalam memberikan informasi yang diperlukan kepada ibu.
ASI merupakan pangan kompleks yang mengandung zat-zat gizi lengkap dari bahan-bahan bioaktif yang diperlukan untuk tumbuh-kembang dan pemeliharaan kesehatan bayi. Sebelumnya ASI eksklusif (hanya memberikan ASI sebagai makanan bayi) dianjurkan hingga bayi berumur 4 bulan. Setelah itu bayi diberi makan pendamping berupa sari buah dan bubur. Namun sejak tahun 2001, berdasarkan hasil-hasil penelitian, WHO menganjurkan pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan. Setelah itu diperkenalkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang memenuhi kebutuhan gizi yang sesuai dan aman dimakan. ASI dianjurkan tetap diberikan hingga bayi berumur 2 tahun.
WHO (2001) menyimpulkan bahwa pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan menguntungkan bayi dan ibu. ASI merupakan makanan yang mudah diperoleh, siap diminum, steril dan mengandung semua zat-zat gizi yang dibutuhkan bayi hingga berumur 6 bulan. Di samping itu ASI mengandung faktor-faktor anti-infeksi yang melindungi bayi dari penyakit infeksi. Pemberian ASI juga menguntungkan ibu. Energy yang diperlukan untuk memproduksi ASI, mengakibatkan ibu cepat kembali ke berat badan sebelum hamil. Pemberian ASI ternyata juga melindungi ibu dari kanker payudara dan kanker rahim. ASI lebih murah dan tidak membutuhkan alat untuk memberikannya kepada bayi.
Menurut data dari Departemen Kesehatan (2005), sebanyak 95,9% bayi di Indonesia pernah mendapat ASI pada tahun 2002, 39,5% diantaranya mendapat ASI eksklusif selama 6 bulan, sedangkan 55,1% bayi mendapatkannya selama 4 bulan. Angka bayi yang pernah mendapat ASI ini sedikit lebih rendah apabila dibandingkan dengan tahun 1997 yang angkanya adalah sebesar 96,3%, sedangkan angka bayi yang mendapat ASI eksklusif sampai 6 bulan lebih tinggi dengan angka 42,2% pada tahun 1997.
Agar proses menyusui dapat berhasil dengan baik, kelenjar payudara hendaknya dalam keadaan baik. Mekanisme fisiologis agar ASI tersedia dalam jumlah cukup dan mengalir dengan baik pun harus berjalan dengan baik.

1.2              TUJUAN PENULISAN
Untuk mengetahui bagaimana gizi pada ibu menyusui, yang di dalamnya mempelajari tentang anatomi payudara, fisiologi menyusui, sifat ASI, zat-zat gizi yang menghasilkan energi, faktor-faktor daya tahan tubuh, pengaruh kurang gizi ibu terhadap ASI, Angka Kecukupan Gizi ibu menyusui, laktasi, serta keuntungan memberi ASI.




















BAB II
PEMBAHASAN

2.1       ANATOMI PAYUDARA
a. Struktur Dasar
Kelenjar payudara ibu terdiri atas sel-sel yang memproduksi susu (epithelium glandular) dan sistem saluran (duktus) yang terbungkus dalam jaringan ikat dan lemak. Ukuran payudara berbeda-beda; pada umumnya payudara membentang dari tulang rusuk kedua hingga keenam dan dari tengah tulang dada hingga ketiak. Jaringan payudara berada langusng di atas otot dada dan dipisahkan dari otot ini oleh selapis lemak yang merupakan perpanjangan dari jaringan lemak kelenjar payudara.
b.      Areola
Pusat payudara pada perempuan dewasa ditandai oleh areola (kalang payudara), berupa area kulit berpigmen dengan diameter 1,5 hingga 2,5 cm. Permukaan areola kasar, disebabkan karena langsung di bawah kulit pada lapisan jaringan subkutan yang tipis terdapat kelenjar-kelenjar besar yang memproduksi cairan. Sekresi kelenjar berupa cairan yang berlemak ini membasahi puting susu. Sejumlah jaringan otot dalam areola mengencangkan puting susu sehingga memudahkan bayi untuk mengisap ASI.
c.       Puting susu dan sistem saluran ASI
Puting susu berada diatas permukaan payudara dan mengandung 15 hingga 20 saluran ASI yang dikelilingi oleh jaringan sel-sel otot dan ditutupi oleh kulit keriput yang tersusun secara melingkar. Sebagian di dalam kompartemen puting susu dan sebagian lagi dibawahnya, duktus ASI ini membesar sehingga membentuk sinus-sinus laktiferus sebagai tempat penyimpanan susu. Sinus-sinus ini merupakan kepanjangan dari duktus ASI yang membentang dari puting susu ke arah dinding dada. Sistem duktus ASI ini berakhir dalam sel-sel penghasil susu, yang membentuk ranting-ranting atau lobula payudara.



2.2       FISIOLOGI MENYUSUI
a. Aktivitas Umum
1.      Sekresi awal sesudah melahirkan
Proses menyusui secara penuh tidak segera terjadi setelah ibu melahirkan. Selama dua atau tiga hari pertama sesudah melahirkan dikeluarkan kolostrum dalam jumlah sedikit. Pada hari-hari berikutnya terjadi peningkatan cepat sekresi ASI, yang pada umumnya mencapai puncak pada akhir minggu pertama sesudah melahirkan. Pada ibu yang untuk pertama kali melahirkan, hal ini baru terjadi pada minggu ketiga atau lebih. Oleh sebab itu, dua minggu atau tiga minggu pertama merupakan periode perkenalan yang dilanjutkan dengan periode pemeliharaan yang berlangsung lebih lama.
2.      Tahap-tahap produksi ASI
Perkenalan dan pemeliharaan menyusui merupakan proses yang melibatkan saraf dan hormon. Menyusui melibatkan saraf sensori di dalam putting susu, sumsum tulang belakang, hipotalamus, dan kelenjar pituitary dengan berbagai jenis hormonnya. Produksi ASI terjadi dalam 2 tahap yaitu sekresi ASI dan pengaliran ASI melewati sistem duktus.
Sekresi ASI melibatkan sintetis komponen-komponen ASI dan pengaliran produk yang terbentuk ke dalam duktus secara sekaligus. Mendekati waktu melahirkan, produk sekresi yang menumpuk mulai masuk ke dalam sistem duktus. Proses sekresi akan kembali terangsang oleh pengisapan puting susu oleh bayi.

b.      Peranan Hormon
1.      Sekresi ASI
Rangsangan sekresi ASI terutama diperoleh dari hormon prolaktin yang bertindak pada sel-sel alveola dan menyebabkan produksi dan pengeluaran ASI secara berkesinambungan.
2.Let-down reflex
a.       Stimulus utama
Setelah produksi dan sekresi ASI terjadi, bayi dapat memperoleh ASI melalui penyemburannya ke saluran-saluran duktus. Penyemburan ASI, atau dinamakan juga let-down reflex, merupakan mekanisme yang melibatkan saraf-saraf dan hormone-hormon, yang sebagian diatur oleh faktor sistem saraf sentral.
Rangsangan utama adalah pengisapan putting susu oleh bayi, yang merangsang keluarnya hormone oksitoksin dari kelenjar pituitary posterior. Oksitoksin dibawa oleh darah ke dalam sel-sel mirip otot di sekeliling alveola dan sepanjang sistem duktus sehingga ASI mudah diperoleh oleh bayi.
3.      Pengaruh psikologis
Keluarnya ASI dapat terganggu bila ibu mengalami stress atau dalam keadaan marah, bahkan bila mendengarkan bayi menangis. Tanda-tanda let-down ASI yang berhasil dapat dilihat dari:
1.      ASI menetes sebelum bayi mulai menyusu
2.      ASI menetes dari payudara yang tidak disusui bayi
3.      Kontraksi rahim selama menyusui, yang dapat menyebabkan rasa sakit atau rasa tidak enak
4.      Sensasi yang merangsang di payudara
4.      Rangsangan mengisap
Rangsangan mengisap merupakan cara paling efektif untuk mempertahankan ASI dalam keadaan cukup. Ransangan mengisap artificial berupa penekanan buah dada dengan tangan atau pompa ternyata dapat menambah produksi ASI.
5.      Lama pemberian ASI
Pada umumnya sesudah 12 bulan produksi ASI akan mengalami penurunan yang terjadi karena penurunan kebutuhan bayi yang kehilangan stimulasi putting susu yang berulang.

2.3       SIFAT ASI
a. Kandungan dasar
            Hasil penelitian terakhir menunjukkan bahwa ASI mengandung lebih dari 100 komponen-komponen penting. Pada dasarnya ASI merupakan larutan protein, gula, dan garam-garam dengan suspense ikatan-ikatan lemak. Komposisi gizi ASI berbeda antara ibu menyusui, antara satu periode laktasi ke periode lain, bahkan pada waktu berbeda di satu hari.
b.      Volume ASI
Menurut Sudrajat Suryaamaja, volume ASI pada tahun pertama kelahiran adalah sebanyak 400-700 ml sehari, sedangkan pada tahun kedua sebanyak 200-400 ml sehari. Sesudah itu volume ASI sehari anak pertama lebih sedikit daripada anak kedua, masing-masing sebanyak 580 ml dan 654 ml sehari. Ibu yang melahirkan bayi kembar menunjukkan kemampuan memproduksi ASI yang lebih tinggi. Kekurangan asupan makanan-berat dapat menurunkan produksi ASI.
c.       Komposisi ASI
Komposisi ASI berhubungan dengan jumlah sekresi, tahap laktasi, serta perbedaan perorangan seperti umur, jumlah anak, tingkat kesehatan dan tingkat sosial. Lama anak dalam kandungan juga berpengaruh terhadap komposisi ini.

Description: G:\semester 6\nutrisi-asi_duniasehat-net.jpg


2.4       ZAT-ZAT GIZI YANG MENGHASILKAN ENERGI
Energy dalam ASI sebanyak 6% dihasilkan oleh protein, 48% oleh lemak, dan 46% oleh karbohidrat. Komposisi ini berbeda sekali dengan yang terdapat dalam susu sapi, yang angkanya berturut-turut adalah 20%, 50%, dan 30%. Sebagai perbandingan, komposisi susunan makanan orang dewasa yang dianjurkan adalah 10-20% protein, 30% lemak, dan 50-65% karbohidrat. Ini mencerminkan bahwa bayi, anak yang minum susu sapi dan manusia pada tahap kehidupan berbeda mempunyai kebutuhan berbeda mempunyai kebutuhan gizi yang berbeda pula.
a.       Protein
o   Jumlah dan jenis protein
Protein utama dalam ASI adalah kasein dan whey. Kasein merupakan protein mengandung fosfor yang hanya terdapat dalam susu. Protein whey, seperti laktalbumin dan laktoferin disintesis dalam kelenjar-kelenjar payudara. Kandungan protein ASI kurang lebih 1,5 g/100ml.
o   Hubungan dengan makanan ibu
Pengamatan pada ibu-ibu di berbagai Negara menunjukkan bahwa kandungan protein ASI pada ibu-ibu yang mengonsumsi protein dalam jumlah lebih rendah, baik dalam hal jumlah maupun mutu, tidak lebih rendah daripada ibu-ibu yang mengonsumsi protein dalam jumlah cukup. Namun mutu proteinnya, yaitu dalam asam amino lisin dan metionin, tampaknya lebih rendah. Kekurangan protein ibu yang bersifat kronis pada akhirnya berpengaruh terhadap status protein bayi.
b.      Lipida
o   Jumlah dan jenis lipida
Pengamatan di berbagai Negara menunjukkan bahwa jumlah lipida total ASI bervariasi antara kurang lebih 2% - 5%. Hampir 90% lipida pada ASI terdapat dalam bentuk trigliserida. Selebihnya adalah fosfolipida, kolesterol, digliserida, monogliserida, glikolipida, estertenol, dan asam lemak bebas. Kadar asam lemak esensial asam linoleat dan asam linolenat ASI jauh lebih tinggi daripada susu sapi, demikian pula dengan kandungan asam lemak rantai pendeknya (C4 hingga C8). ASI juga mengandung asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksaenoat (DHA) dalam jumlah lebih tinggi daripada susu sapi. Penelitian menunjukkan bahwa kedua jenis asam omega-3 ini mungkin bersifat esensial bagi perkembangan normal otak dan retina bayi sebelum dan sesudah lahir.
o   Pengaruh makanan ibu terhadap komposisi lemak ASI
Ibu menyusui yang diberi makanan yang kaya akan asam lemak tidak-jenuh-jamak seperti minyak jagung, minyak kedelai, dan minyak biji kapas ternyata memproduksi ASI yang lebih tinggi asam lemaknya.
Bila asupan energy ibu sangat terbatas, bayu memperoleh asupan energy dari simpanan lemak ibu, sehingga komposisi asam lemak ASI menyerupai asam lemak simpanan ibu yang merupakan asam lemak jenuh.

2.5  FAKTOR-FAKTOR DAYA TAHAN
ASI mengandung faktor-faktor daya tahan yang  penting untuk memelihara kesehatan bayi.
a.      Faktor Bifidus
Faktor bifidus merupakan ikatan polisakarida mengandung nitrogen, yang menguntungkan pertumbuhan lactobacillus bifidus dalam saluran serna bagian bawah. L. bifidus melindungi bayi dari organism pathogen di saluran cerna.
b.      Immunoglobulin
 Immunoglobulin adalah protein yang disintesis oleh limfosit dan sel-sel plasma, yang mempunyai sifat antobodi tertentu. Di dalam ASI terdapat berbagai jenis immunoglobulin, seperti IgA, Ig, G, IgD, dan IgE. IgA merupakan immunoglobulin utama ASI, yang terdapat dalam jumlah besar dalam kolostrum. Immunoglobulin dala ASI merupakan faktor daya tahan utama terhadap mikroorganisme saluran cerna, terutama E.coli dan virus-virus saluran cerna. Umumnya dapat dikatakan bahwa ASI melindungi tubuh terhadap septicemia (keracunan darah oleh bakteri-bakteri pathogen dan zat-zat yang dihasilkan oleh bakteri-bakteri tersebut).
c.    Faktor Daya Tahan Lain
Lisozim(lysozyme) adalah suatu enzim antimikroba yang terdapat dalam ASI dalam jumlah 300 kali lipat dari pada yang terdapat dalam susu sapi. Laktoferrin menghalangi pertumbuhan staphylococci dan E.coli dengan cara mengikat besi yang dibutuhkan bakteri tersebut untuk berkembang. Laktoperoksidase dengan zat-zat lain melawan pertumbuhan streptococci; prostaglandin tertentu melindungi inegritas epitel saluran cerna dari bahan-bahan merusak.
d.      Aktivitas Limfosit Makrofag
 Limfosit dalam kolostrum dan ASI memproduksi bahan-bahan anti virus. Kolostrum mengandung lebih banyak limfosit dari pada ASI. Jumlah ini menurun secara bebrarti selama delapan minggu berikutnya. Kolostrum dan ASI juga mengandung makrofag berupa fagosit-fagosit besar yang dapat memproduksi lakferrin, baik dalam laktea payudara dada maupun pada dalam bayi.
2.6  PENGARUH KURANG GIZI IBU TERHADAP ASI
Kurang gizi pada ibu berpengaruh terhadap kandungan zat gizi dan bahan-bahan imunologis ASI. Penelitian menunjukan bahwa ASI ibu yang menderita kurang gizi hanya mengandung sepertiga IgG, dan yang lebih rendah dalam kolostrum. Perbedaan ini dapat diatasi bila status gizi ibu menyusui diperbaiki dalam minggu-minggu pertama setelah melahirkan.
a.      Kontaminan
Beberapa jenis kontaminan yang diperoleh dari ibu seperti obat-obatan, polusi lingkungan, kafein, dan alkohol dapat ditemukan dalam ASI.


1.      Obat-Obatan
Bagian-bagian aktif obat-obatan yang dikonsumsi ibu, baik melalui mulut maupun melalui injeksi, dapat berpindah ke dalam ASI. Ada obat-obatan yang dapat menimbulkan reaksi kurang baik pada bayi, contohnya obat penenang seperti valium, dan amfetamin. Reaksi-reaksi yang dapat timbul adalah mengantuk dan kesadaran menurun. Obat-obat antibiotic seperti penisilin dapat menimbulkan gejala alergi pada bayi, sedangkan antibiotic lain dapat menimbulkan mengantuk, muntah-muntah, nafsu makan kurang. Obat-obat laksatif tertentu dapat menimbulkan gangguan buang air besar pada bayi.
            Bila ibu membuthkan obat-obat tertentu, akibatnya terhadap bayi dapat dikurangi dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1.      Usahakan waktu makan obat diatur sedemikian rupa segera setelah ibu selesai emnyusui. Dengan demikian obat tersebut sedikit mungkin masuk ke dalam ASI
2.      Perhatikan apakah bayi menunjukan gejala yang tak biasa, seperti cengeng, susah makan, susah tidur, atau mungkin menunjukan gejala alergi
3.      Pilih obat yang sedikit mungkin dapat muncul di dalam ASI (konsultan pemilihan obat dengan dokter atau apoteker)
2.      Kontaminan Lingkungan
Kontaminan lingkungan yang berpengaruh terhadap ASI adalah sisa pstisida dan limbah industry. Ikatan-ikatan ini dapat mengkotaminasi makan dan air. Pada umumnya kontaminan kima yang terdapat di ASI larut dalam lemak, tahan metabolisme biologis, dan susah dikeluarkan dari tubuh.
3.      Logam Berat
Timah hitam (plumbum) dan merkuri dapat berpindah ke janin melalui plasenta dank e bayi melalui ASI. Penelitian pada tikus menunjukan bahwa menyusui meningkatkan absorpsi logam ini dalam usus halus, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan eksresi timah hitam melalui ASI. Seperti apa taptnya mekanisme yang terjadi belum di ketahui dengan jelas. Namun, laktosa mungkin berpengaruh dalam hal ini karena laktosa diketahui memfasilitasi absorpsi kalsium, unsure mikro lain, dan timah hitam.
4.      Nikotin
Nikotin ASI dapat menyebabkan keracunan nikotin pada bayi yang menyusu. Bayi berumur tiga hingga empat hari yang mempunyai ibu peroko sebanyak enam hingga 16 batang sehari dilaporkan tidak mau menyusu, apatis, muntah-muntaj, serta susah buang air dan air besar. Asap yang dikeluarkan rokok bisa masuk ke tubuh bayi melalui pernapasan. Oleh sebab itu, ibu menyusu sebaiknya tidak merokok.
5.      Kafein
Kafein yang berasal dari kopi masuk ke ASI malalui cairan darh ibu. Walaupun kopi yang diminum sebanyak satu cangkir, namun kafein dalam bayi bisa menumpuk. Akibatnya bayi susah tidur dan hiperaktif
6.      Alkohol
Alkohol yang diminum ibu juga masuk melalui aliran darah ibu ke ASI. Etanol dapat masuk kedalam ASI dalam konsentrasi yang sama seperti yang terdapat pada darah ibu. Bayi menyusu yang ibunya minum alkohol secara teratur menunjukan gangguan psikomotor.
7.      Virus HIV/AIDS
Virus HIV/AIDS dapat berpindah ke bayi melalui ASI. Sebaiknya bayi tidak diberi ASI bila diketahui bahwa ibunya penderita HIV/AIDS. Namun WHO (dalam Worthington Roberts dan Williams, 200) mendukung pendapat bahwa di banyak Negara sedangkan di Negara berkembang, abyi tidak mendapat ASI mempunyai risiko lebih tinggi untuk meninggal karena penyakit diare dari pada menderita HIV/AIDS dari ASI ibu yang mengidap virus.
2.7  ANGKA KECUKUPAN GIZI IBU MENYUSUI
Kandungan zat-zat gizi makan ibu mneyusui hendaknya lebih tinggi dari pada makanan ibu tidak hamil.
a.      Energi
 Pemberian ASI yang berhasil disertai dengan menurunnya berat badan ibu secara berangusr selama enam bulan sesudah melahirkan. Selama hamil sebagian besar ibu dapat menyimpan sebanyak 2-3 kg leamak pada tubuh. Waktu menyusui, sebagian lemak ini dapat digunakan untuk memenuhi sebagian kebutuhan tambahn energi yang diperlukan untuk memproduksi ASI. Diperkirakan simpanan lemak ini dapat menyediakan sebanyak 200-300 kkal/hari selama tiga bulan pertama menyusui. Jumlah ini hanya merupakan sebagian dari energi yang dibutuhkan untuk memproduksi ASI. Sisa kebutuhan energi ini harus didatangkan dari makanan sehari-hari. Tambahan energi sehari yang dibutuhkan ibu menyusui berupa Angka Kecukupan Energi sehari (2004) untuk enam bulan pertama adalah 500 kkal, sedangkan untuk enam bulan kedua adalah 550 kkal.
            Seorang ibu menyusui tidak dianjurkan untuk mengurangi makananya guna memenuhi keinginan untuk secepatnya menurunkan berat badan sehingga mencapai berat badan sebelum hamil. Hal seperti ini dapat menghambat produksi ASI. Oleh sebab itu, seorang ibu menyusui harus dapat menerima penurunan bearat badan secara berangsur selama enam bulan sesudah melahirkan.
b.      Protein
Abgka Kecukupan Protein (2004) berupa tambahan protein untuk enam bulan pertama dan enam bulan kedua menyusui adalah sebanyak 17 gram/hari. Tambahan ini diperlukan untuk produksi ASI.
c.       Vitamin dan mineral
Pada umumnya kekurang asupan zat gizi berpengaruh terhadap volume ASI ang diproduksi, tetapi tidak berpengaruh terhadap mutunya. Seorang ibu dapat memproduksi ASI dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak, dan sebagian besar mineral yang cukup, walaupun asupan makanannya kurang dalam zat-zat gizi tersebut.
            Mutu ASI dalam hal ini dapat dipertahankan dengan mengambil zat0zat gizi tersebut dari persediaan ibu. Contohnya kalsium; asupan kalsium ini diambil dari persediaan kalsium ibu dalam tulang dengan demikian, densitas tulang ibu dapat berkurang. Agar tidak merugikan ibu, sebaiknya zat-zat gizi termasuk vitamin dan mineral yang dibuthkan untuk produksi ASI diperoleh dari makanan ibu.
d.      Jumlah Bahan Makanan Sehari dan Contoh Menu
Jumlah rata-rata bahan makanan sehari ibu menyusui, ibu memnyusui 6 bulan pertama, dan ibu menyusui 6 bulan kedua berdasrkan Angka Kecukupan Gizi (AKG)
e.       Suplemen Gizi
Bila diatur dengan cermat, seorang ibu menyusui dapat memperoleh makanan tambahan zat-zat gizi yang dibuthkan melalui pemberian makanan yang seimbang. Dalam keadaan normal, ibu menyusui tidak membuthlan suplemen gizi kecuali bila ia memamng kekurangan. Suplemen besi mungkin dibutuhkan, karena  ibu banyak kehilangan darah sewaktu melahirkan. Di samping itu, kebutuhan besi janin dalam kadungan diambil dari simpanan besi ibu. Ibu hamil yang mnederita kekurangan besi di Indonesia cukup tinggi (40,1% di tahun 2001), sehingga suplemen bsi rata-rata dibuthkan ibu hamil. Suplemen kalsium juga dibutuhkan bila tidak suka tau tidak mampu membeli susu.
2.8  KEUNTUNGAN MEMBERI ASI
 Ibu melahirkan mempunyai dua pilihan untuk meberi makanan bayinya, melalui pemberian ASI atau formula. Petugas kesehatan hendaknya member penjelasan tentang keuntungan dan kerugian pemberian kedua jenis makanan tersebut.
            Proses menyusui merupakan hal yang biasa bagi mamalia. Namun komposisi air susu tiap jenis mamalia berbeda sesuai dengan kebutuhan. ASI diperuntukkan bagi bayi manusia, sedangkan susu sapi bagi anak sapi. Pemberian ASI menguntungkan bagi bayi maupun ibu.
a.      Keuntungan Bagi Bayi
Pemberian ASI berpengaruh baik terhadap status gizi bayi dan perkembangan otak, mncegah kegemukan, mencegah infeksi dan mengurangi risiko terhadap alergi, serta menurunkan morbiditas (Worthington Roberts dan Rodwell Williams, 200 dan Shills et al, 2006)
b.      Status Gizi Optimal
ASI mengandung zat-zat gizi yang seimbang untuk kebutuhan bayi, dalam bentuk yang mudah dicerna, dan dengan ketersediaan biologis tinggi. Disamping itu kolostrum dan ASI mengandung faktor-faktor menguntungkan bayi lainnya yang tidak terdapat dalam susu sapi. Bila ibu berada dalam keadaan gizi baik, pemberian ASI ekslusif dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi hingga kurang lebih 6 bulan kecuali kebutuhan besi bagi bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) yang tidak mempunyai cukup simpanan besi dalam tubuhnya.
            Hasil pengamatan menunjukan penambahan bearat bdan pada bayi yang mendapat ASI ekslusif lebih lambat dari pada bayi yang mendapat susu formula. Bayi yang mendapat ASI mengatur asupan energinya pada tingkat yang lebih rendah dari pada bayi yang dengan susu formula. Pola pertumbuhan bayi dengan ASI dengan demikian mencerminkan reaksi fisiologis yang baik terhadap asupan yang cukup.
c.       Perkembangan Otak
Penelitian-penelitian menunjukan bahwa pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan berpengaruh posotif terhadap kemampuan kognitif bayi yang berlanjut untuk jangka panjang, dari usia muda hingga dewasa. Hubungan positif antara ASI dan kemampuan kognitif ini diduga sebagian disebabkan oleh kehadiran asam lemak DHA (dokosa heksanoat) dan AA (asam arakidonat) dalam konsentrasi tinggi pada ASI dan tidak terdapat dalam susu sapi. Kedua jenis asam lemak ini sekarang umumnya ditambahkan pada formula susu sapu. DHA dan AA berperan dalam sistem saraf sentral, termasuk pertumbuhan cepat sel-sel otak, yang berlangsung di trimester ketiga janin dan belanjut selama bulan-bulan pertama sejak bayi dilahirkan.Walaupun DHA dan AA dapat disintesis oleh manusia dari asam-asam lemak prekosrsor yang terdapat di ASI, namun pada bayi lahir premature kemampuan ini terbatas. Di samping itu ASI mengandung faktor-faktor bioaktif lain, termasuk oligaskarida, faktor-faktof pertumbuhan, dan hormone-hormon yang berpengaruh positif terhadap perkembangan kognitif.
d.      Kegemukan
Pemberian ASI berpeluang untuk risiko kegemukan, memlalui pengaturan sendiri asupan energi dengan mengaktifkan sistem yang mempertahankan kseimbangan energi. Bayi yang diberi susu formula sejak lahir atau memperoleh ASI selama  kurang dari tiga bulan, mempunyai kemungkinan tiga kali lebih besar untuk mnegalami kegemukan pada usia 6 tahun dibandingkan dengan bayi yang mendapat ASI selama kebih dari 3 bulan. Perbedaan prevalensi kegemukan natara kedua kelompok ini menignkat secara berarti setelah anak berusia 4 tahun. Sebaliknya, ada penelitian yang menunjukan bahwa Indeks Massa Tubuh (IMT) pada usia dewasa tidak berbeda secara bermakna antara kedua kelompok ini. Secara keseluruhan hasil-hasil penelitian menunjukan bahwa ASI berpengaruh negative terhadap prevalensi kegemukan pada usia dewasa, tetapi pengaruh ini tidak terlalu besar.
e.       Kemampuan Mencegah Infeksi
ASI mengandung faktor-faktor antibody yang menghaknagi pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme dalam saluran cerna. Inilah yang mencegah diare yang banyak terdapat pada bayi diberi susu formula. Pemberian ASI aksklusif ternyata juga mencegah infeksi saluran pernapsan.
f.       Mengurangi Risiko Terhadap Alergi
Pemberian ASI melindungi bayi terhadap alergi. Antbodi Imunoglobulin IgA yang terdapat di dalam ASI diduga menurunkan jumlah


2.9 LAKTASI
Keputusan untuk menyusui sendiri bayinya dipengaruhi oleh faktor psikobiologis dan psikososial yang beragam antarbudaya dan di dalam budaya itu sendiri. Proporsi bayi yang pernah disusui sendiri sangat beragam, begitu juga durasi pemberian ASI eksklusif. Di seluruh eropa terdapat kurang dari 70% bayi di Prancis serta Irlandia dan sekitar 100% di Denmark, Norwegia, serta Swedia yang mulai disusui sendiri oleh ibunya. Di Australia pada tahun 2005, sekitar 88% ibu mulai menyusui sendiri bayinya, tetapi hanya 17% yang memberikan ASI eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan. Di Inggris terdapat sekitar 78% ibu yang mulai menyusui sendiri bayinya, tetapi kurang dari 3%nya yang masih memberikan ASI secara eksklusif hingga bayi berusia 6 bulan.
            Persentase ini dapat dibandingkan dengan persentase di Rwanda dan Korea Utara, dengan 88% dan 65% bayi masi mendapat ASI eksklusif pada usia 6 bulan. Di sebagian besar negara, inisiasi dan durasi pemberian ASI memiliki hubungan yang positif dengan status pendidikan, pendapatan, dan status pernikahan ibu.
            Fisiologi laktasi merupakan persoalan yang rumit, tetapi dapat diringkas sebagai berikut: bayi yang mengisap putting susu ibunya akan menstimulasi kelenjar hipofisis ibu untuk melepaskan prolaktin, yaitu hormon yang diperlukan untuk sintesis ASI. Sel kelenjar payudara yang memproduksi susu akan menyintesis sebagian besar protein dan sejumlah lemak serta gula yang bergabung dengan nutrient lain dari sirkulasi darah ibu. hormone hipofisis yang kedua, yaitu oksitosin, menyebabkan pelepasan (ejeksi) ASI dari sel kelenjar payudara ke dalam saluran ASI (duktus laktiferus) yang membawa ASI ke putting susu ibu.
a.      Komposisi ASI dan implikasinya pada status gizi ibu
Pemberian ASI sudah cukup sebagai satu-satunya sumber gizi bayi hingga usia 6 bulan asalkan makanan seta simpanan gizi ibu cukup memadai dan ASI yang dihasilkan berhasil ditransfer ke dalam tubuh bayi. Komposisi dan volume ASI akan mengalami kenaikan sesuai dengan tahapan laktasi dan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu. Bukti baru menunjukan bahwa kebutuhan bayi merupakan penentu utama kuantitas susu yang dihasilkan. Kebutuhan gizi ibu saat laktasi berbanding langsung dengan volume dan durasi produksi susu.
            Volume susu tiap harinya tampak beragam selama masa laktasi meskipun cukup konsisten, kecuali jika ibu menderita malnutrisi yang ekstrim atau dehidrasi yang berat. Asupan ASI pada bayi yang sehat rata-rata 750-800 g/hari dan berkisar dari 450 hingga 1200 g/hari. Komposisi susu dipengaruhi oleh waktu, usia gestasional (bayi premature versus aterm), tahap laktasi, paritas ibu, bulan (yaitu asupan makanan musiman), status gizi ibu, dan asupan makanan ibu. lipid merupakan konstituen ASI yang paling beragam. Pada minggu pertama setelah lahir dihasilkan kolostrum yang mengandung lemak 2.6 g/100 mL. produksi kolostrum ini kemudian diikuti dengan produksi susu peralihan pada hari ke-7 hingga ke-14 setelah melahirkan, dan akhirnya produksi sisi dewasa yang mengandung lemak sebanyak 4,2 g/100 mL ASI.
b.      Kebutuhan nutrien ibu untuk mendukung laktasi
Selama kehamilan, tubuh ibu sudah mempersiapkan dirinya untuk melaksanakan proses laktasi dengan menyimpan sejumlah nutrien dan energi. Menentukan kebutuhan nutrien yang tepat untuk laktasi merupakan hal yang sukar dilakukan karena keragaman status gizi ibu sebelum serta selama kehamilan, dan keterbatasan pengetahuan tentang pengunaan simpanan nutrien ibu serta adaptasi metabolism maternal selama laktasi.
            Pengeluaran total energi laktasi berasal dari kandungan energi ASI plus energy yang diperlukan untuk menghasilkan ASI. Nilai energi ASI berada diantara 2,7 MJ/L dan 3,1 MJ/L. Rasio diantara kandungan energI ASI dan pengeluaran energi total laktasi merupakan sfisiensi produksi susu. Perkiraan baru untuk ASI eksklusif menunjukan bahwa pengeluaran energi laktasi adalah sekitar 2,625 MJ/hari (625 kkal) berdasarkan produksi ASI rata-rata 750 g/hari dengan kepadatan energi ASI sebesar 2.8 kj/g dan efisiensi energi 0,80. Pada wanita yang gizinya baik, sebagian dari pengeluarran ini dipengaruhi oleh metabolisme energi dari jaringan lemak yang besarnya sekitar 0,65 MJ/hari (untuk pengukuran berat badan sebesar 0.5kg lemak/bulan) sehingga terdapat kenaikan neto sekitar 2,0 MJ/hari (480 kkal) di banding kebutuhan energi wanita yang tidak hamil dan tidak menyusui. Kondisi ini mengasumsikan situasi ideal saat ibu yang baru akan secara bertahap menghabiskan ekstra 2-5 kg lemak yang disimpan selama kehamilan untuk pemberian ASI selama 6 bulan. Nilai yang beragam akan ditemukan ketika makanan pelengkap mulai diperkenalkan atau bayi hanya disusui sebagai bagian dari makanannya. Wanita yang menyusui bayinya secara eksklusif selama 6 bulan dapat membutuhkan ekstra kalori sebanyak 2.4 MJ/hari.
c.       Nutrien Lainnya
            Sejumlah nutrien dalam ASI akan meningkat jika dalam makanan ibu terdapat lebih banyak nutrien yaitu : vitamin yang larut dalam air, vitamin A, dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA). Sebagian besar konstiruen lain di dalam susu protein, laktosa, lemak total, dan kalsium tampaknya tidak dipengaruhi oleh asupan ibu.
            Sekarang ini pemberian nasihat kepada ibu dengan riwayat alergi dalam keluarga untuk menghindari kacang tanah atau selai kacang selama kehamilan dan laktasi tidak lagi di anggap penting. Setelah minum secangkir kopi atau segelas anggur, konsentrasi kafein atau alkohol dalam ASI hampir sama dengan konsentrasi yang berada dalam plasma ibu: bayi memperoleh dosis yang lebih rendah per kg berat badannya, tetapi mempunyai lebih sedikit kapasitas metabolisasi.
            Asupan cairan yang cukup (khususnya air) harus dianjurkan untuk ibu yang menyusui. Jumlah tepat cairan yang diperlukan tidak diketahui, tetapi 6-8 gelas cairan pada umumnya sudah mencukupi. Referensi kecukupan nutrien untuk Australia dan Selandia Baru (2005) merekomendasikan asupan cairan sebanyak 2,6 liter perhari selama laktasi (2.3 L selama kehamilan).






BAB III
PENUTUP


3.1       KESIMPULAN
1. Anatomi payudara:struktur dasar,areola,puting susu dan sistem saluran ASI.
2. Fisiologi menyusui yaitu:
a. Aktivitas Umum:sekresi awal sesudah melahirkan,tahap-tahap produksi ASI
b.      Peranan Hormon:
Sekresi ASI merupakan rangsangan yang terutama diperoleh dari hormon prolaktin yang bertindak pada sel-sel alveola dan menyebabkan produksi dan pengeluaran ASI secara berkesinambungan.
a.       Let-down reflex:Stimulus utama,Pengaruh psikologis,Rangsangan mengisap,Lama pemberian ASI
3. Sifat ASI:
a. Kandungan dasar
a.       Volume ASI
b.      Komposisi ASI
4.      Zat-zat gizi yang menghasilkan energy, diantaranya:
c.       Protein
o   Jumlah dan jenis protein
o   Hubungan dengan makanan ibu
d.      Lipida
o   Jumlah dan jenis lipida
o   Pengaruh makanan ibu terhadap komposisi lemak ASI
5.      Faktor-faktor daya tahan, meliputi:Faktor Bifidus,Immunoglobulin,Faktor Daya Tahan Lain,Aktivitas Limfosit Makrofag
6.      Pengaruh kurang gizi ibu terhadap ASI, yaitu:Kontaminan yang terdiri dari Obat-Obatan, Kontaminan Lingkungan, Logam Berat, Nikotin, Kafein, Alkohol, Virus HIV/AIDS
7.      Angka kecukupan gizi ibu menyusui terdiri dari:Energi, Protein, Vitamin dan mineral, Jumlah Bahan Makanan Sehari dan Contoh Menu, Suplemen Gizi
8.      Keuntungan memberi ASI:
a.       Keuntungan Bagi Bayi
b.      Status Gizi Optimal
c.       Perkembangan Otak
d.      Kegemukan
e.       Kemampuan Mencegah Infeksi
f.       Mengurangi Risiko Terhadap Alergi
9.      Fisiologi laktasi merupakan persoalan yang rumit, tetapi dapat diringkas sebagai berikut: bayi yang mengisap putting susu ibunya akan menstimulasi kelenjar hipofisis ibu untuk melepaskan prolaktin, yaitu hormon yang diperlukan untuk sintesis ASI. Sel kelenjar payudara yang memproduksi susu akan menyintesis sebagian besar protein dan sejumlah lemak serta gula yang bergabung dengan nutrient lain dari sirkulasi darah ibu. hormone hipofisis yang kedua, yaitu oksitosin, menyebabkan pelepasan (ejeksi) ASI dari sel kelenjar payudara ke dalam saluran ASI (duktus laktiferus) yang membawa ASI ke putting susu ibu.













DAFTAR ISI

Departemen Kesehatan RI. 2005. Manajemen Laktasi.

Institute of Medicine, 1991, dalam Worthington Roberts B.S dan S.R. Williams. 2000. Nutrition throughout the life cycle, ed. 4. Mc GrawHill International Ed., Singapore.

Sentra Laktasi Indonesia. Cara Kerja Menyusui. Jakarta.

Soetjiningsih, 1997 ASI, Petunjuk untuk tenaga kesehatan. Penerbit buku kedokteran EGC, Jakarta.

Stewart A. truswell. 2014. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar